Minggu, 26 Februari 2012

Wortnias part 1

Sore ini cuaca tidak menunjukkan rona yang bersahabat,
aku duduk lelah dekat jendela kamar kosku dengan wajah amat bosan melihat aktivitas-aktivitas di sekitar.
Tampak hiruk pikuk sekumpulan warga yang sibuk dengan urusan masing-masing,
seorang ibu paruh baya duduk bercengkrama dengan cucunya,
ibu muda sibuk mengangkat jemuran tadi pagi dengan dua bayi kembar di gendongannya,
bapak-bapak bermain catur,
aktivitas-aktivitas yang malah membuat otakku tak hijau bahkan semakin penat setelah ceramah kuliah dari
Dosen kesayangan dan berkutat dengan garis sepagian ini.
Aku benar-benar butuh sesuatu yang membuat kepalaku dingin,
Aarrrrrrrgh….. teriakku dalam hati,
kapan semua ini akan berakhir,
masih ada tiga tahun lagi aku harus melalui hari-hari penatku, its boring.
Langitpun akhirnya menumpahkan bebannya ke permukaan,
hujan kali ini benar-benar sangat deras, gemuruh dan kilatpun tak mau kalah bersahutan.
Aku memeluk kakiku konstan memandang kegiatan diluar jendela,
aku kedinginan dan kesepian,
mataku menerawang kosong tiba-tiba air mata jatuh.
Aku menangis.
Puing-puing kenangan masa lalu mampir dalam pikiranku.
Kenangan memancing bersama ayah dan aku hanyut ketika aku berumur lima tahun,
kenangan bermain permainan tradisional dengan teman-teman masa kecilku,
kenangan teraniaya semasa TK, kenangan tiga tahun di SMP yang mengajari arti teman,
dan yang paling berkesan adalah kejayaan masa putih abu-abu yang takkan kulupa seumur hidupku.
Guntur keras menyadarkanku dari semua ingatan-ingatan bintang yang mungkin tak dimiliki oleh orang lain,
dan itu semua, milikku yang amat berharga.
Kulihat awan masih hitam, air mengguyur tanah dengan riang, kilat masih berkedip-kedip di langit.
Diseberang jalan gang ini terlihat sekumpulan anak SMA yang baru pulang sekolah basah kuyup dan
berlindung di teras rumah depan kosku.
Aku kembali meneteskan air mata mengingat masa ketika aku masih seperti mereka, tawa tanpa beban anak
putih abu-abu.
Persis ketika aku berada di posisi mereka, masa abu-abu penuh kenangan.
Aku masuk di SMA terfavorit di kota kecilku, Trenggalek, walaupun tidak melalui jalur yang terbaik.
Semua kenangan manis, pahit, asam, bahkan asinpun terasa selama masa SMA masih lekat di dalam
memory otakku. Disana pula aku benar-benar belajar memulai masa dewasaku, belajar berbagi, belajar realita kehidupan, belajar arti teman dan keluarga.
Tawa, tangis, kecewa, sakit, cinta, dan segala tetekbengek kehidupan remaja bercampur layaknya gado-gado.
Aku sangat bersyukur Tuhan memberiku kenangan yang benar-benar tak tergantikan dengan apapun.
Kenangan yang melekat erat dihati bahkan dalam otak para pelaku dalam semua kenangan tersebut.
Tiga puluh sembilan anak dari berbagai perbedaan bersolidaritas bersama menyatukan potongan-potongan perbedaan di dalam satu rasa inilah yang kami sebut ‘WORTNIAS’


to be continued.... :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar