Kembali aku menuangkan kata-kata yang selama ini sempat kutinggalkan.
Di perjalanan menjelang malam ini dengan deru suara kipas yang menyeka peluh panasnya Jogjakarta.
Sore ini sekembalinya dari rutinitas kampus, aku berjalan pulang menuju rumah sementara, yang selama menjadi tempat berlindungku.
Aku mendongak menatap sang langit.
Menghitam dari ujung utara, menutupi cantiknya Merapi.
Aku hanya bergumam, "oh, aku benci suasana ini.."
Terus saja kupacu laju kendaraanku hingga tetes itu mulai turun bersamaan.
Hatiku berdegup, entah apa yang kurasa.
Dari proses menghitamnya langit aku sudah membencinya.
Rasa ini seperti berputar, aku seperti tertarik mundur.
Aku mungkin ketakutan.
Inginku menangis, tapi tetes air mataku tak bisa kutunjukkan.
Sudah sekian lama tak kurasakan air ini keluar dari mataku dengan rasa.
Selamat datang di musim ini, dimana luka, cerita dan kenangan itu akan terputar kembali.
Bau tanah basah, mendung yang akan selalu menghitamkan langit, suasana mencekam yang akan menjatuhkanku hingga dasar.
Aku ingin mencintai hujan, tapi tak pernah mampu aku melawan dejavu yang akan terlintas seiring turunnya tetes-tetes air itu.
Tak pernah aku bisa melupakan kisah atau cerita ketika hujan turun.
Kematian, perpisahan, tangis seperti berputar dalam benak, lalu aku gemetar mengingat semuanya.
Bahkan cinta pernah tiba ketika turun hujan.
Malam itu, di suatu sudut kota, aku masih mengingat jelas bukan lagi samar, sosokmu pertama kali kulihat.
Datang dari tengah gerimis dengan motor bebek, mengenakan jas hujan bagian atas saja, celana pendek dan helm biru, disanalah aku menatap matamu.
Hujan turun di langit kota itu sejak sore di perjalanan menuju kotamu.
Tiba-tiba senyummu mengembang, tersipu diantara gerimis yang masih mengguyur.
Kenangan itulah yang akan tetap manis di sela kebencianku akan hujan.
Selalu mencekat bila kenangan tentang manisnya "kita" turun bersamaan dengan hujan dan senja.
Oh Sang Maha Segalanya bila cinta ini masih saja satu sisi dengannya, dan masih tetap kosong untuk siapapun, biarlah hujan menghapusnya dan membawanya menuju hilir yang sebenarnya, biarkan hati memantaskan untuk siapa saja yang pantas aku dapatkan.
Yogyakarta, 22 Oktober 2014
Selasa, 11 November 2014
Sabtu, 13 September 2014
Dewasa
![]() |
| Maturity |
"Dewasa itu apa?"
Lalu aku mulai berpikir aku selalu melakukan hal-hal sendiri, yang disebut oleh ayahku itu sebagai "Mandiri".
Aku mungkin berusia 12 tahun waktu itu.
Menginjak setelahnya, aku mengenal yang namanya "Seks dan yang ada dalam cakupannya".
Kupikir dengan mengetahui tentangnya aku telah mengalami tahap dewasa.
Tapi aku masih sering menangis hanya karena "bully" yang terkadang itu hanyalah gurauan teman-temanku.
Dan aku masih sering putus asa untuk berjalan ke depan.
Berkali-kali aku tersandung, aku jatuh dan aku hanya menyalahkan yang lain tanpa aku mengkoreksi diriku sendiri.
Aku pernah menyalahkan Tuhan akan hidupku.
Aku juga pernah menyalahkan orang tuaku yang memahatku sedemikian rupa.
Dan yang lebih parah aku pernah menggugat takdir.
Aku merasa masa-masa itu yang kusesali.
Tanpa tahu bahwa itulah proses.
Tuhan tetap saja memaafkanku.
Menunjukkan kelembutannya dan memelukku untuk menguatkanku.
Lalu tanganku membalas pelukannya.
Beberapa tahun kemudian, aku memasuki dunia baru.
Dunia dimana aku mulai mengenal adanya lawan jenis yang lagi-lagi harus kupelajari.
Sebelumnya aku menganggap sama semuanya.
Hingga dunia itu memberikan batas-batas antara perempuan dan laki-laki.
Ibuku bilang ketika aku mendapatkan menstruasi pertamaku.
"Kamu sudah besar, hati-hati dengan laki-laki."
Beliau mengatakannya tanpa penjelasan untuk apa aku berhati-hati.
Sampai pada akhirnya aku belajar, aku ditunjukkan "mengapa?"
Perjalananku mencari jawaban mengapa tidaklah mudah, bertemu orang yang salah, teman yang salah dan dunia yang salah.
Tapi Tuhan masih saja melindungi kesucian untuk tetap menjadi harga yang mahal.
Namun dunia itu belum memberiku sebuah "rasa"
Hingga suatu ketika aku bertemu dengan seseorang yang membuatku merasakan "kekaguman"
Lalu ia berkembang lebih besar hingga aku tak mampu membawanya.
Aku jatuh cinta untuk pertama kali.
Memang, rasanya menerbangkan, dan aku mulai takut terlalu tinggi.
Aku hanya terbang beberapa kilometer diatas permukaan, kemudian menyadari akan adanya resiko apabila parasutku tak berkembang dengan baik.
Akhirnya aku hanya menyimpannya hingga bertahun-tahun lamanya.
Berganti hati, ber eksperimen, bertemu dan mengenal orang lain.
Disitulah aku mulai belajar point demi point pesan dari hidup.
Berjuta karakter manusia, egois, ambisius, licik, acuh, tempramental, introvert, ekstrovert, jenius, sok tahu, pendiam, atraktif, humoris, angkuh, gengsi dan yang lainnya.
Satu persatu mulai kupahami.
Tak banyak juga yang mampu bertahan ketika aku dan mereka terbentur ego.
Orang bilang itu dinamakan "Labil".
Ya, aku masih belum memahami makna mengerti.
Aku masih sering emosi ketika terhujat.
Aku masih tak terima bila kalah.
Pukulan demi pukulan datang menyerang rasa, menempa setiap ego yang tak rata.
Sakit, memang sakit rasanya.
Dan hasil yang tercipta sungguh diluar dugaan.
Tapi ini masih belum dikatakan dewasa.
Aku masih suka membohongi diriku sendiri.
Aku masih suka berlarian dikejar masalah.
Hingga seseorang datang.
Memberiku cinta, mengajarkan tentang hidup, membuatku sangat bahagia, memberikan goresan luka dan kemudian hilang.
Aku sudah lupa akan ketakutanku pada ketinggian.
Aku merasakan sakit terhempas dari ribuan kilometer diatas tanah, tanpa parasut.
Aku tak menangis, sekalipun air mataku tak mau keluar.
Mulai aku merangkak, lalu belajar berdiri kemudian berjalan kembali.
Tapi aku masih belum bisa berlari kembali.
Aku pincang dan masih sering memalingkan mukaku kebelakang.
Proses penempaanku berjalan, namun melambat.
Kini aku berada di tingkat masih belum dewasa.
Tapi jiwaku lebih luas, hatiku lebih lapang.
Hanya rasaku yang masih belum mau terbuka.
Rupanya kepercayaan membutuhkan waktu yang lama untuk kembali.
Entah kapan ia terbuka, saat itulah aku siap tertempa kembali untuk meningkatkan level kedewasaan.
"Age is no guarantee of maturity"
Jumat, 12 September 2014
Simple
I just remembered when we playing while a kiss.
I don't know, we're so childish.
Play with our tounge, our breath.
but I love you.
Just simple like I love you.
Well, I wish better for you.
Not even for me.
I think, let you smile, I smile.
Honestly, I have written about you for a thousand times.
Whatever, cause my memory are full of your name and your memories of course.
I missing you.
But, Idk I don't want to see you anymore.
Please let me in.
You win.
Yogyakarta, January 24th 2014
I don't know, we're so childish.
Play with our tounge, our breath.
but I love you.
Just simple like I love you.
Well, I wish better for you.
Not even for me.
I think, let you smile, I smile.
Honestly, I have written about you for a thousand times.
Whatever, cause my memory are full of your name and your memories of course.
I missing you.
But, Idk I don't want to see you anymore.
Please let me in.
You win.
Yogyakarta, January 24th 2014
Sabtu, 30 Agustus 2014
Move On?
Agustus akhir,
hmmm,
Bulan depan bertambah lagi usia. Tambah tua.
Dan ah sudahlah.
Ada beberapa dari mereka yang setiap kali keceplosan curcol bilang,
"Kamu belom move on."
What?
Sebenernya apasih definisi move on?
Bergerak khan?
Aku sudah bergerak, menggerakkan hati untuk tidak mengharap lagi.
See?
Kurang kah?
Setahun lebihh, sengaja memang tak pernah kulupa.
Kubilang mungkin aku mengaguminya dalam diam.
Tak ada obsesi yang teramat memilikinya lagi.
Sama sekali!
Itukah, yang membuatku "nggak move on"?
Apa salahnya?
Toh aku tak pernah mengganggu hidupnya, menghantui harinya seperti mantan-mantannya yang lain.
Bahkan kalo bisa dibilang dia lupa bila aku adalah mantannya.
Lalu, apa lagi yang aku bisa harapkan?
Tak ada.
Memang tak ada harapan dari awalpun.
Akhirnya aku move on dengan tidak pernah melupakannya tetapi menggerakkan hatiku untuk tidak berharap.
I think it is work!
Stalking?
Okelah kuakui I'm a stalker.
Tapi justru ketika stalking, semua rasa, semuanya hilang.
Kupikir aku hanya mengagumi kenangan (kita).
Bukan kembalinya dia yang kuingin.
Walau terkadang rindu itu datang.
Sesak itu tak bisa kuhindari.
Hanya diam tak bergeming.
Otakku berputar mengingat "kita".
Lalu aku menulisnya, dan kemudian hilang.
Sebatas itulah aku inginkanmu.
Hei kamu, mungkin kamu pernah kulukai.
Sama, kau juga pernah melukaiku.
Kamu, mungkin telah menghapusku.
Aku tidak.
Kamu, yang aku inginkan hanya berhentilah.
Berhenti melukai dirimu.
Aku tahu kamu tak pernah mencintaiku.
Aku tahu kau hanya menunjukkan padanya kalau kau bisa mendapatkan orang lain juga.
Aku tahu kau tak bermaksud membuatku pelarian.
Aku tahu kau mudah sekali melupakanku, bukan karena aku melukaimu.
Tapi karena tak pernah ada rasa.
Kau hanya melarikan diri.
Sudahlah, doaku semoga kau cepat sembuh.
Walau sulit, aku juga lelah dengan segala pengobatan ini.
Aku mungkin terlalu sok tahu dengan kehidupanmu.
Aku masih peduli, dan kamu tidak.
Tak apa.
Tuhanlah yang tahu.
Namamu selalu ada di doaku, tetaplah hidup bahagia.
Bahagia dengan segala pilihanmu.
Terimakasih atas cinta yang telah membuatku berdiri.
Melawan segala sakit.
Aku pernah mengatakan padamu,
"Tak pernah aku mendapat cinta, seperti yang kau lakukan untukku."
Itulah yang membuatku tak akan bisa melupakan setiap detailmu.
Sekali lagi, aku takkan pernah mengharapmu, itulah arti move on bagiku.
Bila suatu kali lagi kita bertemu lagi, takkan kuulangi kesalahanku seperti kita bertemu terakhir kali yang lalu.
Tetaplah menjadi bintang di langit, - Kata Padi.
Tetaplah menjadi mawarku yang mekar disini.
Aku rela durimu melukai.
Tetapi harummu menguatkanku.
Mungkin terdengar munafik semuanya, tapi nyata yang kurasakan tak kurang dan tak lebih.
Aku BAHAGIA. :)
hmmm,
Bulan depan bertambah lagi usia. Tambah tua.
Dan ah sudahlah.
Ada beberapa dari mereka yang setiap kali keceplosan curcol bilang,
"Kamu belom move on."
What?
Sebenernya apasih definisi move on?
Bergerak khan?
Aku sudah bergerak, menggerakkan hati untuk tidak mengharap lagi.
See?
Kurang kah?
Setahun lebihh, sengaja memang tak pernah kulupa.
Kubilang mungkin aku mengaguminya dalam diam.
Tak ada obsesi yang teramat memilikinya lagi.
Sama sekali!
Itukah, yang membuatku "nggak move on"?
Apa salahnya?
Toh aku tak pernah mengganggu hidupnya, menghantui harinya seperti mantan-mantannya yang lain.
Bahkan kalo bisa dibilang dia lupa bila aku adalah mantannya.
Lalu, apa lagi yang aku bisa harapkan?
Tak ada.
Memang tak ada harapan dari awalpun.
Akhirnya aku move on dengan tidak pernah melupakannya tetapi menggerakkan hatiku untuk tidak berharap.
I think it is work!
Stalking?
Okelah kuakui I'm a stalker.
Tapi justru ketika stalking, semua rasa, semuanya hilang.
Kupikir aku hanya mengagumi kenangan (kita).
Bukan kembalinya dia yang kuingin.
Walau terkadang rindu itu datang.
Sesak itu tak bisa kuhindari.
Hanya diam tak bergeming.
Otakku berputar mengingat "kita".
Lalu aku menulisnya, dan kemudian hilang.
Sebatas itulah aku inginkanmu.
Hei kamu, mungkin kamu pernah kulukai.
Sama, kau juga pernah melukaiku.
Kamu, mungkin telah menghapusku.
Aku tidak.
Kamu, yang aku inginkan hanya berhentilah.
Berhenti melukai dirimu.
Aku tahu kamu tak pernah mencintaiku.
Aku tahu kau hanya menunjukkan padanya kalau kau bisa mendapatkan orang lain juga.
Aku tahu kau tak bermaksud membuatku pelarian.
Aku tahu kau mudah sekali melupakanku, bukan karena aku melukaimu.
Tapi karena tak pernah ada rasa.
Kau hanya melarikan diri.
Sudahlah, doaku semoga kau cepat sembuh.
Walau sulit, aku juga lelah dengan segala pengobatan ini.
Aku mungkin terlalu sok tahu dengan kehidupanmu.
Aku masih peduli, dan kamu tidak.
Tak apa.
Tuhanlah yang tahu.
Namamu selalu ada di doaku, tetaplah hidup bahagia.
Bahagia dengan segala pilihanmu.
Terimakasih atas cinta yang telah membuatku berdiri.
Melawan segala sakit.
Aku pernah mengatakan padamu,
"Tak pernah aku mendapat cinta, seperti yang kau lakukan untukku."
Itulah yang membuatku tak akan bisa melupakan setiap detailmu.
Sekali lagi, aku takkan pernah mengharapmu, itulah arti move on bagiku.
Bila suatu kali lagi kita bertemu lagi, takkan kuulangi kesalahanku seperti kita bertemu terakhir kali yang lalu.
Tetaplah menjadi bintang di langit, - Kata Padi.
Tetaplah menjadi mawarku yang mekar disini.
Aku rela durimu melukai.
Tetapi harummu menguatkanku.
Mungkin terdengar munafik semuanya, tapi nyata yang kurasakan tak kurang dan tak lebih.
Aku BAHAGIA. :)
Kamis, 31 Juli 2014
Aku
Kata Chairil Anwar, Aku adalah binatang jalang, dari kumpulan yang terbuang.
Yah aku adalah manusia.
Diciptakan dari tanah liat, berakhir pula ke tanah.
Kau tahu tanah itu kotor, hina dan terinjak.
Seperti manusia.
Sebuah pernyataan dari Tuhan dimana manusia tempatnya salah, segala khilaf.
Tak ada manusia yang sempurna.
Itu teorinya.
Benar memang, tak ada satupun manusia sempurna,
sekalipun Nabi Muhammad SAW, rasul terakhir.
Lalu buat apa kamu sombong?
Aku hanyalah secuil buih di samudera.
Tak terlihat.
Aku, setiap detik bergumul dosa.
Aku pula bersimpuh serendah-rendahnya memohon ampunan.
Aku bisa hancur kapanpun Tuhan mau.
Aku memiliki kesehatan jiwa yang tak baik.
Aku bukan aku yang bersama kalian.
Aku seorang perempuan.
Aku yang pernah tersesat.
Aku yang sedang tersesat.
Aku hanya seorang manusia.
Aku yang sempat mencintai ciptaan daripada Penciptanya.
Aku yang sempat menghamba kepada perempuan.
Aku yang selalu kalah oleh nafsu.
Aku yang sempat mensegalakan perasaan daripada akal.
Aku yang pernah menghujat Tuhan.
Aku.
Sekarang siapa aku?
Betapa kecilnya aku kini?
Betapa tak berharganya nyawaku?
Betapa busuknya otakku?
Kukira aku berada dalam sisi tergelap.
Kukira aku tak pernah punya kesempatan.
Kukira kehilangan adalah akhir.
Kukira aku hanya akan menjadi hamba nafsu.
Lalu,
Aku bertemu dengan orang-orang yang merubahku.
Aku belajar dari orang-orang yang menamparku.
Aku bertahan dari orang-orang yang meninggalkanku.
Siapa aku?
Aku yang sekarang adalah hasil pahatan dari masa lalu.
Pahatan yang alami dari Bapak Ibu ku.
Lalu terpahat oleh orang-orang masa kecilku.
Mulai terbentuk terpahat oleh masa remaja, dengan pengalaman.
Tertempa oleh orang-orang yang sempat berharga.
Terobek, terjahit sendiri.
Terluka, sebagian sembuh sebagian masih perih.
Namun itulah kehidupan.
Dan itulah bagaimana aku terbentuk seperti saat ini.
Dengan sedikit jiwa yang sakit.
Aku tetap berjalan menuju ujung jalan.
Terimakasih Tuhan, atas segalanya.
Yah aku adalah manusia.
Diciptakan dari tanah liat, berakhir pula ke tanah.
Kau tahu tanah itu kotor, hina dan terinjak.
Seperti manusia.
Sebuah pernyataan dari Tuhan dimana manusia tempatnya salah, segala khilaf.
Tak ada manusia yang sempurna.
Itu teorinya.
Benar memang, tak ada satupun manusia sempurna,
sekalipun Nabi Muhammad SAW, rasul terakhir.
Lalu buat apa kamu sombong?
Aku hanyalah secuil buih di samudera.
Tak terlihat.
Aku, setiap detik bergumul dosa.
Aku pula bersimpuh serendah-rendahnya memohon ampunan.
Aku bisa hancur kapanpun Tuhan mau.
Aku memiliki kesehatan jiwa yang tak baik.
Aku bukan aku yang bersama kalian.
Aku seorang perempuan.
Aku yang pernah tersesat.
Aku yang sedang tersesat.
Aku hanya seorang manusia.
Aku yang sempat mencintai ciptaan daripada Penciptanya.
Aku yang sempat menghamba kepada perempuan.
Aku yang selalu kalah oleh nafsu.
Aku yang sempat mensegalakan perasaan daripada akal.
Aku yang pernah menghujat Tuhan.
Aku.
Sekarang siapa aku?
Betapa kecilnya aku kini?
Betapa tak berharganya nyawaku?
Betapa busuknya otakku?
Kukira aku berada dalam sisi tergelap.
Kukira aku tak pernah punya kesempatan.
Kukira kehilangan adalah akhir.
Kukira aku hanya akan menjadi hamba nafsu.
Lalu,
Aku bertemu dengan orang-orang yang merubahku.
Aku belajar dari orang-orang yang menamparku.
Aku bertahan dari orang-orang yang meninggalkanku.
Siapa aku?
Aku yang sekarang adalah hasil pahatan dari masa lalu.
Pahatan yang alami dari Bapak Ibu ku.
Lalu terpahat oleh orang-orang masa kecilku.
Mulai terbentuk terpahat oleh masa remaja, dengan pengalaman.
Tertempa oleh orang-orang yang sempat berharga.
Terobek, terjahit sendiri.
Terluka, sebagian sembuh sebagian masih perih.
Namun itulah kehidupan.
Dan itulah bagaimana aku terbentuk seperti saat ini.
Dengan sedikit jiwa yang sakit.
Aku tetap berjalan menuju ujung jalan.
Terimakasih Tuhan, atas segalanya.
Selasa, 08 Juli 2014
Travelling till Die
Mooorrniiing Sahabat!!!
Kali ini I wanna share koleksi-koleksi saya yang mungkin jarang dikoleksi sama orang lain.
Hihii.
Apa siih? Ular? hiyy.
Apa upil yang dikumpulin jadi setoples?? Iyuuuh.
Atau serpihan kenangan mantan?? weee, mantan lagi -_-"
Baiklah daripada penasaran (pede) sebentar lagi kalian akan tahu :D
Iyaa, sebentar lagiii :D
Yaa seperti itu penampakannya,
Ini tiket bus dari Surabaya ke Yogyakarta dengan menggunakan Bus Eka. Saya berangkat ke Surabaya menggunakan bis Mira satu perusahaan dengan Bus Eka. Bila anda ingin yang murah bisa memakai bus Mira, Economi - AC. Untuk Bus Eka termasuk bus Patas dan mendapat layanan tambahan makan.
Tiket bus ini pas aku pulang dari Jogja setelah daftar di Amikom, sekitar bulan Maret 2013. Ingat pula kejadian sebelum pulang, when Jogja gave me sweet memories.
Sebenernya ini awalnya tiketnya dicoret Madiun - Jogja, tapi gara-gara kita dipindah bus jadi tiket yang sebelumnya dituker sama tiket ini.
Tiket ini termasuk yang berharga buat saya, setelah sekian lama keluarga saya tidak menggunakan jasa bus untuk berpergian.
Ini tiket entah, lupaa.
Ini tiket-tiket ke Malang atau dari Malang.
Euhmm, ini tiket travel dari Jogja ke Ponorogo, akhirnya pulang setelah bersenang-senang di Jogja.
Kenapa banyak bangeet??
Tiket kereta baru-baru ini, baca postingan sebelumnya.
Oke ini tiket pasangan yang diatas.
Ini tiket pertama ku naek kereta api, SENDIRI.
Uhukk.
Dan setelah sampai Banyuwangi, paginya langsung lompat ke Jogjaa.
Ini karcis bakal kamu dapet ketika mengunjungi Embung Tambak Boyo yang berlokasi di daerah Condong Catur Yogyakarta, hahahaa.
Tiket masuk Taman Lampion di Monjali.
Ini bukan tiket memang, tapi nota yang keselip.
Sebagai warga negara yang baik, masuk terminal bayar retribusi dong.
Tiket masuk acara tahunan ART-JOG yang menyuguhkan aneka pameran seni dari berbagai bentuk dan media.
Kok? Putih?
Ini tadi ketinggalan, harusnya ada diatas.
Ini karcis nyebelin, karcis parkir.
Karcis ini kalian dapet kalau kalian dari Blitar ke Malang atau sebaliknya.
Ini juga ngapain nyelip-nyelip, khan endingnya jadi kenangan lagi -_-"
Kali ini I wanna share koleksi-koleksi saya yang mungkin jarang dikoleksi sama orang lain.
Hihii.
Apa siih? Ular? hiyy.
Apa upil yang dikumpulin jadi setoples?? Iyuuuh.
Atau serpihan kenangan mantan?? weee, mantan lagi -_-"
Baiklah daripada penasaran (pede) sebentar lagi kalian akan tahu :D
Iyaa, sebentar lagiii :D
![]() |
| gbr 1 |
Apa itu? tagihan utang?
Bukaan, itu semua adalah koleksi tak lazimku.
but, they are my wealth.
Berikut akan saya jelaskan satu persatu apa aja isinyaa....
Check it out!!
A. Ticket Bus and Travel
1. Surabaya - Yogyakarta
| gbr 2 |
Kenapa aku jadi promosi -_-"
Ini termasuk tiket baru, baru-baru ini saya pergi. Hehe.
2. Yogyakarta - Madiun
| gbr 3 |
3. Madiun - Yogyakarta
| gbr 4 |
Tiket ini ketika aku pertama kali menginjak Jogja bersama temanku Waradita.
Euhm, nothing to tell more about this experience, it just was incredible unforgetable moment.
4. Trenggalek - Surabaya dan sebaliknya
| gbr 5 |
Dan mungkin ini adalah tiket terakhir saya bisa merasakan naek bus umum bersama berlima bersama Bapak, Ibu, Adek dan Kakak saya .
Ceritanya ini saudara saya yang di Madura melangsungkan pernikahan, dan kebetulan kita semua lengkap.
Berangkat dari Trenggalek menggunakan bus Harapan Jaya yang gilanya kita dapet supir ugal-ugalan maksimal, iyuuh berasa naik roller coaster tanpa sabuk pengaman.
Lalu lanjut ke pelabuhan Perak menggunakan bus kota, sesampainya di Madura naek angkot bentar lalu sampailah di rumah pakdhe.
Tiket ini kalau tidak salah waktu jemput teman saya, Amel dari Surabaya.
| gbr 6 |
| gbr 7 |
Awalnya salah bus sih, harusnya naik patas yang langsung Trenggalek, tapi malah salah masuk patas Tulungagung jadinya kita harus naik lagi bus Tulungagung - Trenggalek.
Yaah tragedi penculikan dengan menculik teman saya ke Trenggalek itu sedikit gilaa, haha.
| gbr 8 |
Yang jelas ini tiket Surabaya, sering nglayap ke sana pula.
5. Trenggalek - Malang dan sebaliknya
| gbr 9 |
Tiket ini adalah tiket paling absurd, harusnya bisa satu tiket jadi dapet dua.
Jadi ceritanya waktu itu dimintai tolong salah satu teman untuk ke Malang, lalu setelah sampai di terminal bus ternyata bus yang biasanya langsung ke Malang tidak beroperasi.
Akhirnya saya naik bus Harapan Jaya sampai Kediri, lalu naek bus absurd Puspa Indah berasa roller coaster again. Mending kalo ke Surabaya jalannya halus, ini udah jalannya sempit, berlubang plus berliku.
Iya sama kek jalan kehidupan. hahaa.
Menginjak di Malang langsung cabut lagi pulang naek motor.
Well, absurd!
| gbr 10 |
| gbr 11 |
Yeaaa, I guess Malang is my second town.
Saking seringnya maen ke Malang, rasanya pengen punya rumah pula disana.
6. Travel Yogyakarta - Ponorogo
| gbr 12 |
| gbr 13 |
| gbr 14 |
| gbr 15 |
Dan pertama kali menginjak Jogja, haha. pity I am.
7. Malang - Bali dan sebaliknya
| gbr 16 |
| gbr 17 |
Kenapa banyak bangeet??
Karenaa, yaah you know, dulu kuliah di Bali gueeh.
tapi sudahlah, sedikit susah mengenangnya.
Setidaknya aku pernah jadi orang Bali, setahun setengah.
My puzzle pieces story of life.
B. Tiket Kereta
1. Yogyakarta - Bandung
| gbr 18 |
2. Bandung - Yogyakarta
| gbr 19 |
Skip.
3. Banyuwangi - Malang
| gbr 20 |
Pulang dari Bali terakhir kali, aku nggak pengen naik bus eksekutif jadinya aku naik bus kota dari Denpasar ke Pelabuhan Gilimanuk.
Setelah itu melakukan penyeberangan dan hwalaaa sampai di Stasiun Banyuwangi Baru pukul 07.00pm.
So, aku nginep di stasiun, SENDIRIAN.
Dulu tiket Banyuwangi - Malang cuma 18.500 rupiah, sekarang udah dua kali lipat, jadi males naek kereta.
4. Malang - Banyuwangi
| gbr 21 |
Inii tiket aku ke Banyuwangi lagii, ke rumah seseorang.
Eeee, berangkat siang dari Malang sampai Banyuwangi sekitar jam 11 malem, udah dijemput sama dia.
Wow, I can't explain!
5. Banyuwangi - Yogyakarta
| gbr 21 |
| gbr 22 |
C. Tiket Lain-lain
1. Tambak Boyo
| gbr 24 |
Tempat ini kalau pagi sampai sore sangat cocok untuk olahraga bersepeda, jogging, ngajak hewan peliharaan jalan-jalan.
Kalau malem, pas buat berdua-duaan, kalo pas iseng naek motor malem-malem, jangan kaget bila tiba-tiba di semak-semak terjadi gempa bumi lokal .
If You Know What I Mean.
2. Taman Lampion
| gbr 25 |
Waktu itu kesana sama kakak dan suaminya.
Bertiga, masuk pukul 9pm, pukul 11 lampunya udah mulai mati.
Kenapa waktu begitu cepat..
3. Myoozik
| gbr 26 |
Jadi yaudah biarlah ikut.
4. Terminal Giwangan
| gbr 27 |
Ini pas aku dianter mau pulang itu sepertinya.
5. ART-JOG '14
| gbr 28 |
Berlokasi di Taman Budaya Yogyakarta, itu adalah pameran seni paling rame yang pernah aku kunjungi.
Biasanya di pameran seni itu sepi.
6. Pelabuhan Gilimanuk
| gbr 29 |
| gbr 30 |
Hehe, iya itu dulunya ada tulisannya, karcis penyeberangan Gilimanuk - Ketapang, tapi seiring berjalannya waktu tulisannya memudar.
Dan hilaang.
7. Bus Ekonomi
| gbr 31 |
Tiket Bus Bali - Malang Ekonomi.
Demi apapun aku nggak mau naik bus model ini lagi.
12 jam perjalanan, tanpa AC, terhimpit di bangku 3 kursi dan aku di tengah.
Itu menyiksaaa.
8. Parkir
| gbr 32 |
9. Bendungan Lahor
| gbr 33 |
Dulu roda dua cuma bayar 500 perak.
10. Lain-lain
| gbr 34 |
Yaaaapp itu tadi koleksi perjalananku.
Mungkin bagi orang lain kertas-kertas diatas itu nggak lebih dari sampah.
Bagiku mereka saksi bisu atas perjalananku melihat dunia.
Mungkin bagi orang lain kertas-kertas diatas itu nggak lebih dari sampah.
Bagiku mereka saksi bisu atas perjalananku melihat dunia.
Aku nggak akan berhenti berjalan selama nafas dan raga nasih bisa menopangku.
*uopoh*
See yaa!!
Senin, 30 Juni 2014
Bibir Pantai Krakal
Malam
itu, aku dan teman-teman "spesial" ku sejenak melepaskan penat
perkotaan, menuju ke sebuah pantai di daerah Wonosari.
Pantai
Krakal, pertama kali menginjaknya pukul 8 malam hari itu.
Deburan
ombak menyambut langkah kami mencari tempat untuk bermalam.
Dengan
beralaskan jas hujan yang di gelar dibibir pantai, kami berkumpul, bercanda,
tertawa dan menyanyikan beberapa lagu diiringi gitar klasik.
Syahdu.
Sudah
lama tak bercinta dengan angin malam pantai.
Aku
menyukai, berkumpul dengan orang-orang yang menjadi dirinya, bukan bersandiwara
seperti yang lain.
Baik
dimuka, busuk di belakang.
Entahlah,
teman-teman spesialku ini mungkin dipandang sebelah mata oleh dunia, tapi
bagiku mereka sama dengan manusia normal lainnya.
Mereka
hanya lain karena mencintai sesama nya.
Sebagian
dari mereka merasa kelelahan setelah perjalanan panjang menuju pantai, akhirnya
tinggal aku dan Mawar temanku terjaga.
Aku
dengan posisi duduk mendongak menatap luasnya langit dengan jutaan bintang
bertebaran disana. Cantik sekali.
Mawar
tidur di pangkuanku dan mulai membuka percakapan setelah sekian menit kita
terdiam.
"Aku
nggak ngerti sama dunia ini."
Aku
terdiam.
"Kadang
juga aku berpikir dunia itu nggak adil." Mawar melanjutkan.
"Aku
sadar hidup yang kujalani itu salah."
"Lalu?"
"Siapa
sih orang yang mau hidupnya salah seperti aku ini? Gak ada, aku kadang merasa
aku spesial, tapi kadang juga aku membantah itu semua."
"Iyaa,
nggak ada orang yang mau." Jawabku seadanya.
"Entah
yaa, aku nggak ngerti kenapa orang-orang yang sok benar itu suka menjudge yang
menjatuhkan. Khan aku juga nggak minta dilahirkan dengan perasaan yang seperti
ini. Aku juga nggak habis pikir sama orang yang larinya ke dunia ini cuman buat
pelampiasan."
Aku
terdiam, menyimak apa yang Mawar katakan.
"Di
logika aja yaa, aku yang dari kecil sudah tertarik sama perempuan rasanya iri
sama mereka yang bisa mencintai laki-laki, kenapa mereka mau terjun ke dunia
yang salah banget ini. Aku kadang nanya sama diriku sendiri, salah siapa kita
ini punya rasa yang nggak bener? Setahuku orang-orang spesial disekitarku itu
juga punya keluarga yang baik-baik, harmonis, nggak ada masalah apa-apa, tapi
mereka punya naluri yang bengkok."
"Mungkin,
kecintaan kita ke Tuhan kurang deh.", jawabku.
"Mungkin,
aku juga udah banyak yang bilang kalo ini semua cobaan dari Tuhan. Tapi untuk
seberat ini dan menyangkut perasaan, aku nggak bisa. Tuhan ngasih rasa, dan aku
hanya manjalankan rasa yang diberi Tuhan untukku. Dan mungkin ketika takdirku
harus bersama laki-laki, itu hanya sekedar formalitas saja."
Mawar
menggeser posisinya, duduk memeluk kakinya di sebelahku. Pikiranku mulai
melayang, tak ada yang bisa kubantah, ataupun kujawab pertanyaan Mawar.
"Lalu,
kamu nggak mau belajar untuk merubahnya?", aku bertanya.
"Euhmm,
entahlah." Mawar terdiam.
"Dicoba
saja dulu, bukannya rasa akan ada bila terbiasa?"
"Iya
siih, tapi kamu tahu, rasaku sudah terlalu dalam, aku sudah terlalu tenggelam.
Dan untuk belajar menjadi normal butuh waktu yang panjang. Lagipula, ada
sesuatu yang membuatku belom bisa lepas dari dunia ini."
Deburan ombak besar menyadarkan imajinasiku yang seolah memikirkan solusi.
"Memang apa yang membuatmu belum bisa lepas dari dia?", tanyaku semakin penasaran.
"Kamu nggak perlu tanya, kamu tahu jawabannya."
"Keadaan?".
"Yah sebagian memang itu, keadaan yang takkan bisa memisahkan, sekelas, sekelompok, satu group, dan parahnya serumah."
"Jujur saja Mawar, saat ini aku benar-benar tidak bisa dan tidak tahu harus berkata apa. Aku nggak pernah sampai memposisikan aku didalam posisimu saat ini.", jawabku sambil mendongak menatap bintang.
"Kamu beruntung. Rasanya aku ingin terlahir kembali dan memilih menjadi normal.", jawabnya dengan mulai berkaca-kaca.
Aku mulai tak tega melihatnya, sosok yang biasanya paling cerewet, paling ceria kini kulihat sisi lainnya yang begitu tertekan oleh keadaan. Raut wajahnya benar-benar tak seperti yang biasanya terpasang di depan orang lain. Sungguh topeng yang luar biasa.
"Sudahlah, masalah ini timbul dari dalam diriku, jawabannya juga ada padaku, aku tahu jalan keluarnya, tapi ini permasalahan dari dua pihak, aku tak bisa memotongnya sendiri. Bukannya kau tahu rasanya terpotong oleh orang itu? Sakit bukan? Dan aku nggak mau orang yang sudah tenggelam dalam sini (hati) terluka. Yah, walau ujungnya memang harus terluka, tapi setidaknya bukan sekarang.", tutur Mawar.
"Aku percaya, rencana Tuhan itu jauuuuuh lebih indah, mungkin sekarang ini kamu lagi dalam masa ujian. Aku percaya juga, kamu akan bisa keluar dari semua masalah ini. Saranku sih yaa dekatkan dirimu dengan Yang Menciptakanmu dan tanyakan semuanya pada Dia."
Tak ada jawaban dari Mawar, ia membetulkan posisinya bersiap untuk tidur.
Aku juga tak bertanya lagi, sudah cukup melihat tekanannya aku membiarkan dia melayang dalam mimpinya.
Jam menunjukkan pukul 3 pagi, angin dingin mulai memaksa kami berselimut seadanya.
Hening, beberapa menit kemudian kita semua terlelap.
Hingga pukul 4.40 pagi ombak meninggi dan mengenai kaki kita.
Aku terbangun dan membuyarkan kemah sederhana kita, menyelamatkan barang-barang bawaan dan berlarian dengan setengah sadar.
Mentari perlahan naik, kuning seperti senja tapi membawa hangat untuk dunia.
Krakal pagi itu benar-benar indah.
Kami bermain sejenak dengan pasir, ombak, embun dan sinar mentari pagi.
Dan sepertinya aku dan Mawar telah melupakan cerita dini tadi.
Wajahnya sudah kembali seperti biasa, seperti Mawar yang kukenal.
Pukul 9.00 kami pulang kembali ke aktivitas masing-masing di Yogyakarta.
Dalam hati aku berbicara di perjalanan pulang, "Aku bersyukur Tuhan, satu lagi aku bertemu dengan ciptaanMu yang begitu suci, mendapatkan pelajaran yang membuatku semakin percaya akan kebesaranMu. Bahwa dunia ini tak bisa hanya dilihat dari satu sisi saja, melainkan dari berbagai arah."
Sabtu, 26 April 2014
Bandung
Kemaren oh bukan, beberapa pekan yang lalu tepatnya sih tanggal 17 April 2014 aku dan Yudhy melakukan perjalanan ke...................................................
BANDUUUUUUUNGGG!!!!
tempat yang sebelumnya cuman mimpi.
Jadi sekitar sebulan sebelumnya aku merencanakan untuk pergi ke Batu, Malang.
Tapi tahu tahu beberapa hari kemudian si Yudhy bilang,
"Gimana kalo kita ke Bandung aja kerumahku."
Sedikit shock tapi yasudahlah, aku sudah beberapa tahun ini merencanakan ke Bandung,
tapi tetap saja GAGAL.
Seperti perjalanan nekatku sebelumnya, no plan.
Oke, seminggu sebelum keberangkatan, aku beli tiket ke bandung pulang-pergi.
Dengan mengeluarkan kocek sekitar 100k itu sudah dapat tiket pulang-pergi dengan KA Kahuripan Ekonomi-AC.
Sebenernya planning kita bertiga sama Rinda, tapi Rinda batal karena suatu alasan.
Here we are,
Kamis, 17 April 2014, 06.00 pm.
Kita berangkat menuju ke Lempuyangan, sampai disana lebih 25 menit.
Setelah checking tiket, kita nunggu kereta dateng jam 07.10pm.
Lalu kereta datang dan perjalanan dimulaiiiiii.....
Setelah sebelas jam perjalanan sekitar pukul 6 pagi, kita tiba di Kiara Condong, Bandung.
Langsung cus kerumah si Yudhy dengan naek angkot Cicadas - Cibiru, terus turun dibunderan, naik lagi angkot Cicaheum - Cileunyi.
Damn, hari pertama di Bandung otakku berasap denger orang ngomong Sunda.
FYI, rumahnya Yudhy itu di daerah Cibiru dan tempatnya diatas gitu jadi dingin.
Kalo udah pernah ke daerah Batu Malang, yah kurang lebih seperti itu.
Nggak pernah ngerasain gerah, yang ada airnya kaya es.
Sesampainya dirumah Yudhy, ketemu papahnya dan dihujani pertanyaan bertubi-tubi.
Speechless, awkward, dan merasa terpojok, hohoo.
Dalem hati, "Ini baru bapaknya, belum ibuknya."
Hari pertama hasilnya nggak kemana-mana, karena kita kecapekan dan malemnya hujan tiada berheti.
Yaah, namanya juga Bandung, hujannya semena-mena.
Hari kedua, Sabtu 19 April 2014.
Pagi jam 8, aku baru bangun. he hee.
Dan hell yeah harus mandi pagi-pagi dengan aer yang super duper dingiiiin.
Kita bersiap menuju ke ....... KAWAH PUTIH....
berangkat jam 9.30am, dengan motor yang mirip Reno, kita menuju ke Ciwidey.
Jam segitu, di Bandung udah panas bingit.
Dua jam an setelah perjalanan naik turun kita sampai di parkiran Kawah Putih.
Dengan pemerkosaan untuk beli masker yang satunya 5k -_-.
Abis itu bayar lagi akomodasi dan tiket masuk per orang nya 28k kalo kita nggak bawa mobil sendiri.
Semacam naik Sathel kaya di Bali gitu kita bisa dapet tiket pulang-pergi ke kawahnya.
Dan if you know, naek itu dengan jalan yang cukup 2 mobil itupun maksa, naik turun.
Sumpah berasa naik Roller Coaster, tapi seruu.
Kalo aku bilang itu Angkot Coaster, hahaha.
Akhirnya setelah seru-seruan dijalan, as usual, kita sampai di Kawah Putiiih Meeen.
Namanya juga ciptaan Yang Kuasa, itu indah bangeeet.
Walaupun hari itu weekend dan rameee cuuy.
Kita habiskan dengan muter-muter setengah danau, CUMAN buat nyari angle foto selfie.
Hahaha.
Setelah capek memenuhi memory kamera, dan mendung mulai mengancam, kita memutuskan pulang.
Tapi sebelum pulang, kita mampir dulu ke kebun teh.
Baru kali itu lihat kebun teh beneraan.
Ritual selfie dulu cuman dapet beberapa karena udah mulai gerimis.
Di sepertiga perjalanan itu mendung gerimis, lalu di sepertiganya lagii panas bingiit sudah sampai di kota, dan sepertiga menuju Rumah. HUJAN DERAS.
Kita pulang basah kuyup, mamahnya Yudhy khawatir pisan, langsung bikinin aer panas buat mandi.
Malemnya, hujan terus mengguyur.
Damn, I hate Raiiin.
Keesokan harinyaa, ugh dingiiiin.
Times to beli oleh-oleh.....
Hari terakhir, karena malemnya kita harus balik ke Jogjaa.
Sialnya, kita mulai keluar dari rumah jam 12 an siang, dan hujan tiba-tiba.
Dalam waktu yang deadline, akhirnya motornya kita tinggal didepan swalayan gitu dan kita naek angkot.
Dan kita nyasar cuman mau nyari cireng isi yang ujungnya nggak ketemu.
Kita cukup lelah mengelilingi setengah kota Bandung.
Waktu kita pulang, hujan deres turun dan jalanan pada banjir.
Lagi-lagi semua ambyar gara-gara hujan.
Sampai dirumah jam 5 sore, langsung packing buat pulang ke Jogja.
Jam setengah 7 malam, kita dianter papah sama adeknya Yudhy ke depan gang dan naek angkot lagi menuju Stasiun Kiara Condong.
Setelah checking tiket dan beberapa menit kemudian kereta Kahuripan datang.
Kereta berangkat sesuai jadwal pukul 09.30pm dan sampai Jogja pukul 5.00 pm.
Akhirnya Lempuyangan, Jogjaa, lovely, cute city.
Next Destinatioon Semaraang, Banyuwangi, Baliiiii.....
BANDUUUUUUUNGGG!!!!
![]() |
| Img1 : Peta Bandung |
tempat yang sebelumnya cuman mimpi.
Jadi sekitar sebulan sebelumnya aku merencanakan untuk pergi ke Batu, Malang.
Tapi tahu tahu beberapa hari kemudian si Yudhy bilang,
"Gimana kalo kita ke Bandung aja kerumahku."
Sedikit shock tapi yasudahlah, aku sudah beberapa tahun ini merencanakan ke Bandung,
tapi tetap saja GAGAL.
Seperti perjalanan nekatku sebelumnya, no plan.
Oke, seminggu sebelum keberangkatan, aku beli tiket ke bandung pulang-pergi.
Dengan mengeluarkan kocek sekitar 100k itu sudah dapat tiket pulang-pergi dengan KA Kahuripan Ekonomi-AC.
Sebenernya planning kita bertiga sama Rinda, tapi Rinda batal karena suatu alasan.
![]() |
| Img2 : Tiket Berangkat |
![]() |
| Img3 : Tiket Pulang |
Here we are,
Kamis, 17 April 2014, 06.00 pm.
Kita berangkat menuju ke Lempuyangan, sampai disana lebih 25 menit.
Setelah checking tiket, kita nunggu kereta dateng jam 07.10pm.
Lalu kereta datang dan perjalanan dimulaiiiiii.....
Setelah sebelas jam perjalanan sekitar pukul 6 pagi, kita tiba di Kiara Condong, Bandung.
Langsung cus kerumah si Yudhy dengan naek angkot Cicadas - Cibiru, terus turun dibunderan, naik lagi angkot Cicaheum - Cileunyi.
Damn, hari pertama di Bandung otakku berasap denger orang ngomong Sunda.
FYI, rumahnya Yudhy itu di daerah Cibiru dan tempatnya diatas gitu jadi dingin.
Kalo udah pernah ke daerah Batu Malang, yah kurang lebih seperti itu.
Nggak pernah ngerasain gerah, yang ada airnya kaya es.
Sesampainya dirumah Yudhy, ketemu papahnya dan dihujani pertanyaan bertubi-tubi.
Speechless, awkward, dan merasa terpojok, hohoo.
Dalem hati, "Ini baru bapaknya, belum ibuknya."
Hari pertama hasilnya nggak kemana-mana, karena kita kecapekan dan malemnya hujan tiada berheti.
Yaah, namanya juga Bandung, hujannya semena-mena.
Hari kedua, Sabtu 19 April 2014.
Pagi jam 8, aku baru bangun. he hee.
Dan hell yeah harus mandi pagi-pagi dengan aer yang super duper dingiiiin.
Kita bersiap menuju ke ....... KAWAH PUTIH....
berangkat jam 9.30am, dengan motor yang mirip Reno, kita menuju ke Ciwidey.
Jam segitu, di Bandung udah panas bingit.
Dua jam an setelah perjalanan naik turun kita sampai di parkiran Kawah Putih.
Dengan pemerkosaan untuk beli masker yang satunya 5k -_-.
Abis itu bayar lagi akomodasi dan tiket masuk per orang nya 28k kalo kita nggak bawa mobil sendiri.
Semacam naik Sathel kaya di Bali gitu kita bisa dapet tiket pulang-pergi ke kawahnya.
Dan if you know, naek itu dengan jalan yang cukup 2 mobil itupun maksa, naik turun.
Sumpah berasa naik Roller Coaster, tapi seruu.
Kalo aku bilang itu Angkot Coaster, hahaha.
Akhirnya setelah seru-seruan dijalan, as usual, kita sampai di Kawah Putiiih Meeen.
Namanya juga ciptaan Yang Kuasa, itu indah bangeeet.
Walaupun hari itu weekend dan rameee cuuy.
Kita habiskan dengan muter-muter setengah danau, CUMAN buat nyari angle foto selfie.
Hahaha.
Setelah capek memenuhi memory kamera, dan mendung mulai mengancam, kita memutuskan pulang.
Tapi sebelum pulang, kita mampir dulu ke kebun teh.
Baru kali itu lihat kebun teh beneraan.
Ritual selfie dulu cuman dapet beberapa karena udah mulai gerimis.
Di sepertiga perjalanan itu mendung gerimis, lalu di sepertiganya lagii panas bingiit sudah sampai di kota, dan sepertiga menuju Rumah. HUJAN DERAS.
Kita pulang basah kuyup, mamahnya Yudhy khawatir pisan, langsung bikinin aer panas buat mandi.
Malemnya, hujan terus mengguyur.
Damn, I hate Raiiin.
| Img4 : Kawah Putih |
| Img5 : Danau Kawah Putih |
| Img6 : Fvck yee |
| Img7 : Rika |
| Img8 : Rika & Yudhy |
Keesokan harinyaa, ugh dingiiiin.
Times to beli oleh-oleh.....
Hari terakhir, karena malemnya kita harus balik ke Jogjaa.
Sialnya, kita mulai keluar dari rumah jam 12 an siang, dan hujan tiba-tiba.
Dalam waktu yang deadline, akhirnya motornya kita tinggal didepan swalayan gitu dan kita naek angkot.
Dan kita nyasar cuman mau nyari cireng isi yang ujungnya nggak ketemu.
Kita cukup lelah mengelilingi setengah kota Bandung.
Waktu kita pulang, hujan deres turun dan jalanan pada banjir.
Lagi-lagi semua ambyar gara-gara hujan.
Sampai dirumah jam 5 sore, langsung packing buat pulang ke Jogja.
Jam setengah 7 malam, kita dianter papah sama adeknya Yudhy ke depan gang dan naek angkot lagi menuju Stasiun Kiara Condong.
| Img9 : Stasiun Kiara Condong |
Setelah checking tiket dan beberapa menit kemudian kereta Kahuripan datang.
Kereta berangkat sesuai jadwal pukul 09.30pm dan sampai Jogja pukul 5.00 pm.
Akhirnya Lempuyangan, Jogjaa, lovely, cute city.
Next Destinatioon Semaraang, Banyuwangi, Baliiiii.....
Kamis, 24 April 2014
Cerita seorang Perempuan
Suatu ketika seorang perempuan datang padaku dan bertanya,
"Cinta itu seperti apa?"
Aku terdiam,
Lalu aku membuka mulutku dan berkata,
"Sesungguhnya, aku belum pernah tahu cinta itu seperti apa.
Tapi seseorang pernah mengajariku bahwa ketika kita mencintai seseorang,
rasa percaya, rasa nyaman, rasa bahagia mereka berpadu.
Walaupun orang yang kita 'cintai' telah pergi, kita tetap merindukan.
Itu cinta menurutku."
Si perempuan tadi kembali bertanya,
"Lalu, jika itu semua yang kau sebutkan kurasakan pada perempuan juga?"
Aku semakin terdiam, tak bisa kujawab.
Perempuan tadi akhirnya bercerita tentang dirinya.
"Menurutku, yang kau sebutkan tadi bukan cinta.
Cinta yang dikoarkan oleh mayoritas adalah "Cinta Lawan Jenis".
Aku terlahir sebagai seseorang yang tidak pernah dianggap perempuan.
Lalu aku sering bertanya pada diriku.
Aku ini berfisik perempuan, tapi mengapa mereka tak pernah menganggapku perempuan?
Aku melakukan pekerjaan laki-laki,
tak diberi keringanan sama sekali.
Sampai aku menyadari kekeliruan dalam jiwaku.
Aku tak tertarik dengan makhluk bernama laki-laki.
Aku selalu sadar akan kesalahanku,
bukan kodrat seorang perempuan untuk mencintai perempuan.
Hingga akhirnya, aku semakin nyaman dengan dunia yang salah.
Kesana kemari mencari cinta yang tadi kau sebutkan.
Pertama, aku hanya mendapatkan nyaman, hingga berlalu lama.
Kedua, aku tak tahu bahwa ada drama juga dalam duniaku.
Ketiga, yang kutahu nafsupun menjadi cinta.
dan yang terakhir, aku bahkan susah menceritakannya kepadamu.
Dia seorang perempuan yang kukagumi.
Dia yang selalu aku tulis.
Dia yang memberikan kenyamanan, nafsu, dan cinta yang kau katakan tadi.
Dia perempuan sempurna yang pernah kutemui.
Tapi sayang, (menghela nafas, diam sejenak).
Kau tahu, aku bukanlah orang yang dia cintai.
Aku bukanlah orang yang selalu dia tulis.
Diery, nama itu yang selalu ada disetiap lembar kertas miliknya.
Nama itu mungkin yang tetap ada dalam benaknya, bukan aku.
Dan suatu ketika aku bertemu dengan orang yang dia tulis.
Kau tahu, rasanya tak beda jauh dengan empedu.
Tapi aku mencoba, meluaskan hatiku untuk tersenyum.
Manusia mana sih yang tidak hancur ketika pasangannya bertemu masa lalunya.
Sakit, perih, sekali lagi demi seseorang yang memberiku cinta, katamu.
Lalu aku berjalan menjalani kembali bersama dia.
Semakin hari cinta, nafsu dan rasa ingin memiliki semakin bertambah.
Aku tak pernah merasakan sesuatu yang lebih menerbangkan daripada Inex.
Aku selalu menyukai ciuman kening paginya.
Aku suka aroma tubuhnya setelah dia mandi.
Dan aku menyukai segalanya.
Bahkan, masa lalunya.
but, nothing last forever.
Suatu ketika kita pernah membicarakan ini sebelumnya,
tentang kembalinya kita ke kodrat masing-masing.
Aku pikir pembicaraan ini akan lama sekali dibahas kembali.
Aku meng'iya'kan janji yang dia ucap.
Setelah bersamanya, aku harus kembali.
Selang beberapa waktu kemudian, sikapnya mulai aneh.
Kau tahu, dia mulai menjauh.
Memang bukan menjauh dari mataku, tapi rasa kita mulai jauh.
Sesak, perlakuannya mulai seakan tak peduli.
Dan ketika kulihat kertas yang biasa dia tulis, kutemukan coretan nama seseorang.
AJI.
Tertulis selembar penuh.
Aku seperti melambung terlalu tinggi, dan terjatuh cukup keras dan tidak mati.
Itu sakit.
Apa yang kusakitkan bukan nama itu, tapi kebisuannya.
Akhirnya aku membuat keputusan terbodoh, dengan meninggalkan dia pergi.
Aku terlalu pengecut untuk bertahan sedikit lagi.
Aku membiarkanmu bersama lelakinya.
Kau tahu, aku seperti Moron yang dengan munafik merelakan orang yang dia sayang bersama orang lain.
Dan aku merasa seperti keledai, yang dia seret sebagai pelarian Diery.
Aku melakukan 3 kebodohan :
Pertama, aku mencintainya itu kebodohan yang aku lakukan.
Kedua, aku meninggalkannya, itu keputusan terbodoh.
Dan ketiga, AKU MASIH MENCINTAINYA.
Setelah waktu berjalan dan aku menemukan banyak sekali pelarian, tak satupun aku suka.
Hingga detik aku bercerita padamu, aku masih berharap ada kesempatan bersamanya.
Ragaku mungkin bersama laki-laki, tapi tidak dengan jiwaku.
LALU, BISAKAH KAU SIMPULKAN KEMBALI APA ITU CINTA??"
Aku hanya terdiam. tak mampu aku menjawab pertanyaan perempuan itu.
Dia menatapku pelan, tajam dan ingin menangis.
"Aku semakin tak mengerti, cinta yang dikonsepkan Tuhan itu seperti apa?"
Aku memeluk perempuan itu dan aku berbisik.
"Bila apa yang kau sebut cinta itu tidak membuatmu menyesal, yakinlah dia juga memiliki rasa yang sama sepertimu."
"Cinta itu seperti apa?"
Aku terdiam,
Lalu aku membuka mulutku dan berkata,
"Sesungguhnya, aku belum pernah tahu cinta itu seperti apa.
Tapi seseorang pernah mengajariku bahwa ketika kita mencintai seseorang,
rasa percaya, rasa nyaman, rasa bahagia mereka berpadu.
Walaupun orang yang kita 'cintai' telah pergi, kita tetap merindukan.
Itu cinta menurutku."
Si perempuan tadi kembali bertanya,
"Lalu, jika itu semua yang kau sebutkan kurasakan pada perempuan juga?"
Aku semakin terdiam, tak bisa kujawab.
Perempuan tadi akhirnya bercerita tentang dirinya.
"Menurutku, yang kau sebutkan tadi bukan cinta.
Cinta yang dikoarkan oleh mayoritas adalah "Cinta Lawan Jenis".
Aku terlahir sebagai seseorang yang tidak pernah dianggap perempuan.
Lalu aku sering bertanya pada diriku.
Aku ini berfisik perempuan, tapi mengapa mereka tak pernah menganggapku perempuan?
Aku melakukan pekerjaan laki-laki,
tak diberi keringanan sama sekali.
Sampai aku menyadari kekeliruan dalam jiwaku.
Aku tak tertarik dengan makhluk bernama laki-laki.
Aku selalu sadar akan kesalahanku,
bukan kodrat seorang perempuan untuk mencintai perempuan.
Hingga akhirnya, aku semakin nyaman dengan dunia yang salah.
Kesana kemari mencari cinta yang tadi kau sebutkan.
Pertama, aku hanya mendapatkan nyaman, hingga berlalu lama.
Kedua, aku tak tahu bahwa ada drama juga dalam duniaku.
Ketiga, yang kutahu nafsupun menjadi cinta.
dan yang terakhir, aku bahkan susah menceritakannya kepadamu.
Dia seorang perempuan yang kukagumi.
Dia yang selalu aku tulis.
Dia yang memberikan kenyamanan, nafsu, dan cinta yang kau katakan tadi.
Dia perempuan sempurna yang pernah kutemui.
Tapi sayang, (menghela nafas, diam sejenak).
Kau tahu, aku bukanlah orang yang dia cintai.
Aku bukanlah orang yang selalu dia tulis.
Diery, nama itu yang selalu ada disetiap lembar kertas miliknya.
Nama itu mungkin yang tetap ada dalam benaknya, bukan aku.
Dan suatu ketika aku bertemu dengan orang yang dia tulis.
Kau tahu, rasanya tak beda jauh dengan empedu.
Tapi aku mencoba, meluaskan hatiku untuk tersenyum.
Manusia mana sih yang tidak hancur ketika pasangannya bertemu masa lalunya.
Sakit, perih, sekali lagi demi seseorang yang memberiku cinta, katamu.
Lalu aku berjalan menjalani kembali bersama dia.
Semakin hari cinta, nafsu dan rasa ingin memiliki semakin bertambah.
Aku tak pernah merasakan sesuatu yang lebih menerbangkan daripada Inex.
Aku selalu menyukai ciuman kening paginya.
Aku suka aroma tubuhnya setelah dia mandi.
Dan aku menyukai segalanya.
Bahkan, masa lalunya.
but, nothing last forever.
Suatu ketika kita pernah membicarakan ini sebelumnya,
tentang kembalinya kita ke kodrat masing-masing.
Aku pikir pembicaraan ini akan lama sekali dibahas kembali.
Aku meng'iya'kan janji yang dia ucap.
Setelah bersamanya, aku harus kembali.
Selang beberapa waktu kemudian, sikapnya mulai aneh.
Kau tahu, dia mulai menjauh.
Memang bukan menjauh dari mataku, tapi rasa kita mulai jauh.
Sesak, perlakuannya mulai seakan tak peduli.
Dan ketika kulihat kertas yang biasa dia tulis, kutemukan coretan nama seseorang.
AJI.
Tertulis selembar penuh.
Aku seperti melambung terlalu tinggi, dan terjatuh cukup keras dan tidak mati.
Itu sakit.
Apa yang kusakitkan bukan nama itu, tapi kebisuannya.
Akhirnya aku membuat keputusan terbodoh, dengan meninggalkan dia pergi.
Aku terlalu pengecut untuk bertahan sedikit lagi.
Aku membiarkanmu bersama lelakinya.
Kau tahu, aku seperti Moron yang dengan munafik merelakan orang yang dia sayang bersama orang lain.
Dan aku merasa seperti keledai, yang dia seret sebagai pelarian Diery.
Aku melakukan 3 kebodohan :
Pertama, aku mencintainya itu kebodohan yang aku lakukan.
Kedua, aku meninggalkannya, itu keputusan terbodoh.
Dan ketiga, AKU MASIH MENCINTAINYA.
Setelah waktu berjalan dan aku menemukan banyak sekali pelarian, tak satupun aku suka.
Hingga detik aku bercerita padamu, aku masih berharap ada kesempatan bersamanya.
Ragaku mungkin bersama laki-laki, tapi tidak dengan jiwaku.
LALU, BISAKAH KAU SIMPULKAN KEMBALI APA ITU CINTA??"
Aku hanya terdiam. tak mampu aku menjawab pertanyaan perempuan itu.
Dia menatapku pelan, tajam dan ingin menangis.
"Aku semakin tak mengerti, cinta yang dikonsepkan Tuhan itu seperti apa?"
Aku memeluk perempuan itu dan aku berbisik.
"Bila apa yang kau sebut cinta itu tidak membuatmu menyesal, yakinlah dia juga memiliki rasa yang sama sepertimu."
Langganan:
Komentar (Atom)




