Terkadang,
di antara kedua orang tua kita seorang anak akan cenderung lebih dekat dengan
Ibunya. Alasan klasik, karena waktu seorang anak terhadap Ibunya lebih banyak
daripada dengan Ayahnya. Wajar saja, peran Ayah sebagai kepala keluarga,
pencari nafkah memang harus menuntutnya untuk Pergi pagi-pagi dan pulang malam.
Tapi tahukah bahwa hati Ayah tak pernah sekalipun tersita oleh malaikat lain
selain anaknya.
![]() |
| Img1 : Dad with his Daughter |
Ayah.
Entah aku speechless. I have a best Dad
ever. Awalnya, aku nggak terlalu respect sama ayahku, dia cuek. Dari kecil,
ah enggak, dari lahir aku hidup terpisah dg ayahku. Alasannya sih gara-gara
adat Jawa, katanya. Jadi, karena itu aku harus dipisah dengan ayahku hingga
batas waktu tertentu. Setelah bisa bersama, ayahku mendidik aku maskulin
banget, mulai diajarin manjat pohon, benerin mainan-mainanku, benerin sepeda
sendiri. Aku diajarin segalanya, biar aku mandiri. Tapi aku sempat marah,
kenapa aku diperlakukan kaya gini, nggak kaya kakakku yang dilindungi, trus
dimanja. Ketika ayah marah ke aku, nggak peduli mau sapu mau kemoceng atau
apapun yang disekitarnya pasti mendarat di tubuh mungilku. Demi apapun aku
benci ayahku sejak itu, aku merasa dia nggak pernah sekalipun sayang. Aku
menganggap karena beliau kecewa karena aku seorang perempuan. Ayahku memang
sangat menginginkan anak laki-laki. Dan kemudian aku memberontak, aku mulai
berfikir seenaknya, melanggar semua aturannya. Hingga tak ada seharipun tanpa
pecut mendarat dipahaku atau di lenganku. Aku tumbuh dengan kekerasan semacam
itu. Bukannya aku jera, aku tetap menganggap ayahku tidak pernah peduli dan
menggencarkan aksi keliaranku selama bertahun-tahun. Pikiran negative itu benar-benar
membuatku buta akan sosok ayahku. Aku juga kadang kesel, marah ketika sekali
saja aku ingin manja (misal : diantar ke sekolah) dan beliau dengan tegas
menolaknya. Tak pernah sekalipun dituruti. Bahkan, pada saat aku benar-benar
membutuhkannya, saat daftar ulang SMP, aku ingin beliau yang datang, tapi tak
pernah muncul. Begitu pula saat daftar ulang ke SMA. Tak pernah beliau
mengambil raportku, selalu ibu, sampai aku paksa saat SMA penentuan IPA dan
IPS, aku benar-benar ingin ayahku yang mengambilnya. Kekecewaanku tidak hanya
sampai disitu. Ketika aku memasuki jenjang kuliah, dan kebetulan aku diterima
di Bali, aku ingin beliau mengantarku, tapi ayah selalu menolak, bahkan untuk
menjengukku disana selama setahun setengah disana belum sekalipun ayahku tahu
keadaanku. Tapi, Tuhan telah cukup membutakanku dengan semua keegoisanku. Tuhan
memberiku jalan lain, Tuhan menghentikanku dengan semuaaa kebodohanku selama
ini, mungkin cukup bagiku. Tuhan tidak mengijinkan aku melanjutkan di
Universitas itu, aku harus istirahat selama satu tahun. Dalam satu tahun itu,
aku benar-benar membuka mataku, membuka nalarku bahwa yang selama ini kulihat
itu salah. Ayahku bukan tidak sayang padaku, tapi dengan itulah beliau
menunjukkan rasa sayangnya padaku. Malah, aku tahu bahwa anak yang paling
dibanggakannya adalah aku. (Mataku berkaca-kaca).
Aku
ingat, ketika aku takut saat manjat pohon, ayahku selalu bilang, kau masih
disini saja takut, apalagi kalo udah gede? Kalo kamu nyerah atau takut
sekarang, kau tak pernah tahu apa yang ada diatas sana. Atau ketika aku tak
pernah bertanggung jawab, beliau pasti marah besar. Karena bagi ayahku,
tanggung jawab dan mandiri itu yg paling utama. Aku juga ingat, ketika aku
dengan bandelnya masuk ke kandang ayam dan aku dipatok ayam, ayahku lah yang
pertama kali bangun dan menyelamatkan aku. (Berasa superhero datang). Dan
akhirnya aku tahu, kenapa aku dituntut mandiri, kenapa aku dididik sekeras ini,
biar aku bisa, aku bisa menghadapi hidup yang lebih keras. Kekerasan yang
diajarkan ayahku bahkan tak ada apa-apanya dengan kenyataan yang terjadi.
Bertanggung jawab, aku mengerti sekarang pentingnya tanggung jawab. Bahkan aku
mengerti semuanya, mengerti semua maksud-maksud perlakuan ayahku padaku, karena
aku adalah fotocopy dari ayahku sendiri. Sifat yang kita punya, kisah yang kita
punya, masa lalu kita hampir sama persis. Bedanya mungkin dulu ayahku bukan
pemberontak seperti aku dan tentunya aku cewe, ayahku cowo. Aku bersyukur, atas
semua didikan dari ayahku, aku kuat. Aku nggak lemah seperti kakakku yang dari
kecil mendapatkan manjaan. Aku lebih bisa berfikir luas karena ajaran ayahku.
Aku tahu, Cinta ayahku begitu tak terhingga walau tak telihat. Beliau selalu
mendukungku, apapun keputusanku, apapun langkah yang aku ambil, selama aku
berjanji aku akan bertanggung jawab dengan apa yang aku putuskan. Dan kutahu,
ayahku sering membicarakanku saat bersama teman-teman sekantornya. Entahlah,
tak ada lagi yang bisa kuungkapkan betapa aku bangga, aku bahagia memiliki ayah
sehebat beliau. Bagiku, ayahku adalah superhero terkuat, tutor terbaik, teman
yang loyal meski pelit, dan orang tua terhebat.
Ayah,
aku sadar kini usiamu semakin bertambah, rambutmu tlah memutih, dan aku belum
bisa membanggakan hatimu. Ayah, maaf selama ini aku tak pernah tahu bahwa cintamu
lebih tulus dari siapapun. Kau lelaki satu-satunya yang kumiliki, sebelum
seseorang memintaku darimu. Kau terlihat begitu tegar, begitu kuat, tapi
terkadang aku melihatmu menangis. Kau tahu ayah, hatiku sakit bila mengingat
yang kau tangisi itu adalah ulah-ulah nakal anakmu. Aku menyesal ayah. Kini,
apapun kulakukan untukmu, sebelum kau akan pergi jauh, aku akan berusaha
semampuku untuk membalas semuanya. Walau itu terdengar tak mungkin. Aku tahu
tanggung jawabmu sebagai suami dan sebagai Ayah sangatlah berat. Kau menanggung
dosa kita, dosa Istrimu, dosa anak-anakmu. Andai aku tahu Ayah, andai aku
menyadarinya, dulu.
| Img2 : Me with Mom and Dad |
Aku
ingat kejadian beberapa hari yg lalu, yang membuatku sangat tersentak. Saat aku
gemetar karena takut dengan tokek, aku berlari, dan samar-samar aku mendengar
ayahku bicara dengan tokek itu "Husstt pergi kamu, jangan kesini, liat
anakku takut padamu.". Deg!! Seketika itu juga air mataku jatuh sejadinya.
Pertama kalinya ayahku berlaku seperti itu. I
don’t know, I’m too speechless. :')

Tidak ada komentar:
Posting Komentar