Minggu, 18 Agustus 2013

Beloved Dad

Terkadang, di antara kedua orang tua kita seorang anak akan cenderung lebih dekat dengan Ibunya. Alasan klasik, karena waktu seorang anak terhadap Ibunya lebih banyak daripada dengan Ayahnya. Wajar saja, peran Ayah sebagai kepala keluarga, pencari nafkah memang harus menuntutnya untuk Pergi pagi-pagi dan pulang malam. Tapi tahukah bahwa hati Ayah tak pernah sekalipun tersita oleh malaikat lain selain anaknya.


Img1 : Dad with his Daughter
Ayah. Entah aku speechless. I have a best Dad ever. Awalnya, aku nggak terlalu respect sama ayahku, dia cuek. Dari kecil, ah enggak, dari lahir aku hidup terpisah dg ayahku. Alasannya sih gara-gara adat Jawa, katanya. Jadi, karena itu aku harus dipisah dengan ayahku hingga batas waktu tertentu. Setelah bisa bersama, ayahku mendidik aku maskulin banget, mulai diajarin manjat pohon, benerin mainan-mainanku, benerin sepeda sendiri. Aku diajarin segalanya, biar aku mandiri. Tapi aku sempat marah, kenapa aku diperlakukan kaya gini, nggak kaya kakakku yang dilindungi, trus dimanja. Ketika ayah marah ke aku, nggak peduli mau sapu mau kemoceng atau apapun yang disekitarnya pasti mendarat di tubuh mungilku. Demi apapun aku benci ayahku sejak itu, aku merasa dia nggak pernah sekalipun sayang. Aku menganggap karena beliau kecewa karena aku seorang perempuan. Ayahku memang sangat menginginkan anak laki-laki. Dan kemudian aku memberontak, aku mulai berfikir seenaknya, melanggar semua aturannya. Hingga tak ada seharipun tanpa pecut mendarat dipahaku atau di lenganku. Aku tumbuh dengan kekerasan semacam itu. Bukannya aku jera, aku tetap menganggap ayahku tidak pernah peduli dan menggencarkan aksi keliaranku selama bertahun-tahun. Pikiran negative itu benar-benar membuatku buta akan sosok ayahku. Aku juga kadang kesel, marah ketika sekali saja aku ingin manja (misal : diantar ke sekolah) dan beliau dengan tegas menolaknya. Tak pernah sekalipun dituruti. Bahkan, pada saat aku benar-benar membutuhkannya, saat daftar ulang SMP, aku ingin beliau yang datang, tapi tak pernah muncul. Begitu pula saat daftar ulang ke SMA. Tak pernah beliau mengambil raportku, selalu ibu, sampai aku paksa saat SMA penentuan IPA dan IPS, aku benar-benar ingin ayahku yang mengambilnya. Kekecewaanku tidak hanya sampai disitu. Ketika aku memasuki jenjang kuliah, dan kebetulan aku diterima di Bali, aku ingin beliau mengantarku, tapi ayah selalu menolak, bahkan untuk menjengukku disana selama setahun setengah disana belum sekalipun ayahku tahu keadaanku. Tapi, Tuhan telah cukup membutakanku dengan semua keegoisanku. Tuhan memberiku jalan lain, Tuhan menghentikanku dengan semuaaa kebodohanku selama ini, mungkin cukup bagiku. Tuhan tidak mengijinkan aku melanjutkan di Universitas itu, aku harus istirahat selama satu tahun. Dalam satu tahun itu, aku benar-benar membuka mataku, membuka nalarku bahwa yang selama ini kulihat itu salah. Ayahku bukan tidak sayang padaku, tapi dengan itulah beliau menunjukkan rasa sayangnya padaku. Malah, aku tahu bahwa anak yang paling dibanggakannya adalah aku. (Mataku berkaca-kaca). 
Aku ingat, ketika aku takut saat manjat pohon, ayahku selalu bilang, kau masih disini saja takut, apalagi kalo udah gede? Kalo kamu nyerah atau takut sekarang, kau tak pernah tahu apa yang ada diatas sana. Atau ketika aku tak pernah bertanggung jawab, beliau pasti marah besar. Karena bagi ayahku, tanggung jawab dan mandiri itu yg paling utama. Aku juga ingat, ketika aku dengan bandelnya masuk ke kandang ayam dan aku dipatok ayam, ayahku lah yang pertama kali bangun dan menyelamatkan aku. (Berasa superhero datang). Dan akhirnya aku tahu, kenapa aku dituntut mandiri, kenapa aku dididik sekeras ini, biar aku bisa, aku bisa menghadapi hidup yang lebih keras. Kekerasan yang diajarkan ayahku bahkan tak ada apa-apanya dengan kenyataan yang terjadi. Bertanggung jawab, aku mengerti sekarang pentingnya tanggung jawab. Bahkan aku mengerti semuanya, mengerti semua maksud-maksud perlakuan ayahku padaku, karena aku adalah fotocopy dari ayahku sendiri. Sifat yang kita punya, kisah yang kita punya, masa lalu kita hampir sama persis. Bedanya mungkin dulu ayahku bukan pemberontak seperti aku dan tentunya aku cewe, ayahku cowo. Aku bersyukur, atas semua didikan dari ayahku, aku kuat. Aku nggak lemah seperti kakakku yang dari kecil mendapatkan manjaan. Aku lebih bisa berfikir luas karena ajaran ayahku. Aku tahu, Cinta ayahku begitu tak terhingga walau tak telihat. Beliau selalu mendukungku, apapun keputusanku, apapun langkah yang aku ambil, selama aku berjanji aku akan bertanggung jawab dengan apa yang aku putuskan. Dan kutahu, ayahku sering membicarakanku saat bersama teman-teman sekantornya. Entahlah, tak ada lagi yang bisa kuungkapkan betapa aku bangga, aku bahagia memiliki ayah sehebat beliau. Bagiku, ayahku adalah superhero terkuat, tutor terbaik, teman yang loyal meski pelit, dan orang tua terhebat.

 Ayah, aku sadar kini usiamu semakin bertambah, rambutmu tlah memutih, dan aku belum bisa membanggakan hatimu. Ayah, maaf selama ini aku tak pernah tahu bahwa cintamu lebih tulus dari siapapun. Kau lelaki satu-satunya yang kumiliki, sebelum seseorang memintaku darimu. Kau terlihat begitu tegar, begitu kuat, tapi terkadang aku melihatmu menangis. Kau tahu ayah, hatiku sakit bila mengingat yang kau tangisi itu adalah ulah-ulah nakal anakmu. Aku menyesal ayah. Kini, apapun kulakukan untukmu, sebelum kau akan pergi jauh, aku akan berusaha semampuku untuk membalas semuanya. Walau itu terdengar tak mungkin. Aku tahu tanggung jawabmu sebagai suami dan sebagai Ayah sangatlah berat. Kau menanggung dosa kita, dosa Istrimu, dosa anak-anakmu. Andai aku tahu Ayah, andai aku menyadarinya, dulu.

Img2 : Me with Mom and Dad


Aku ingat kejadian beberapa hari yg lalu, yang membuatku sangat tersentak. Saat aku gemetar karena takut dengan tokek, aku berlari, dan samar-samar aku mendengar ayahku bicara dengan tokek itu "Husstt pergi kamu, jangan kesini, liat anakku takut padamu.". Deg!! Seketika itu juga air mataku jatuh sejadinya. Pertama kalinya ayahku berlaku seperti itu. I don’t know, I’m too speechless. :')

Tidak ada komentar:

Posting Komentar