Tentang orang tuaku dan tentang sampah sampah kecil yang kusebut Teman.
Mulut-mulut makhluk bak infotainment membuatku terusik, aku lelah.
Mengertilah.
Aku yang hidup dengan sejuta masalah.
Aku tahu bahwa masalah tak hanya tertuju padaku.
Semua orang lahir sepaket dengan masalah masalah mereka.
Aku hanya ingin mulut kalian diam mengusik kehidupan orang lain.
Apakah hidup kalian lebih baik?? ataukah lebih sempurna??
Aku rasa jawabannya adalah tidak.
Kita memang dianugerahi sebagai makhluk yang hidup berdampingan tapi tidak mendampingi masalah orang lain.
Tak apa jika dengan mulut kalian bisa menyeleseikan masalah, kalau sebaliknya?? Bedebah, Bullshit!!
Ayahku mengajarkan untuk tidak memperdulikan apa kata anjing, tahan sampai kamu benar-benar telah muak.
Cinta??
Lebih memuakkan lagi mendengar kata kata itu.
Selama ini aku selalu memuja cinta, beberapa kali diperbudak oleh cinta.
Bodoh, polos, buta, tuli terserah apa sebutannya, membuat duniaku terang sekejap kemudian gelap.
Disakiti, dilukai dicabik cabik di bagian hatiku dan aku hanya bisa diam layaknya balita diberi mainan baru yang dengan tiba-tiba direbut mainannya.
Ah entalah aku muak dengan cinta, hanya percaya Tuhan berikan yang terbaik untukku.
Percaya bahwa tulang rusuk takkan tertukar.
Aku bukan orang baik, tapi juga bukan orang bajingan dan bejat.
Setidaknya aku tak pernah membunuh, tak pernah melukai dengan senjata tajam.
Aku pernah setidaknya tiga kali atau bahkan lebih melukai beberapa orang yang masih menjadi hantu dalam hatiku hingga detik ini.
Sesal telah melukai menghantui setiap langkahku, menjadi bayang bayang dimanapun aku menginjakkan kaki.
Aku hanya seseorang yang salah jalan selama beberapa kilometer jauhnya dan mencoba merangkak kembali mencari jalan benar.
Seseorang telah membuatku nyaman dijalan salah itu, dan orang itu pulalah yang menyeretku kembali keujung dan melilih jalan dimana aku harusnya melangkah.
Aku hanya mampu berdoa kepada Tuhanku, semoga masih belum terlambat aku untuk kembali.
Keluarga, hanyalah tempat dimana aku belajar, belajar apa itu hidup.
Acuh mereka, pandangan sebelah mata mereka tak berbeda dengan sampah sampah yang hanya mampu menghujat.
Bagi mereka keluarga mungkin segalanya, tapi bagiku mereka tampak seperti sekelompok orang yang membawa berton-ton karung yang harus aku bawa kemanapun aku pergi.
Aku bahkan tak tahu apa isi karung-karung yang mereka tumpukan paddaku.
Yang kutahu mereka hanya menuntutku menjadi apa yang mereka mau, menjadi ROBOT mereka.
Lelah, aku hnya ingin berada di pelukMu, sebentar saja Tuhan.
Aku ingin mencari atmosfer ku sendiri, terbang tanpa sangkar.
Aku ingin sejenak bebas, memilih gang gang kecil sementara hingga akhirnya aku harus kembali.
Menjalani semua takdir takdir yang telah tertulis untukku, untuk hidupku.