Sabtu, 28 Maret 2015

Milik Mereka yang Kita Inginkan

Dimulai dari :

"Enak ya dia sebulan uang sakunya 50jt."

atau,
"Enak banget sih orang tuanya care banget gitu..."

atau lagi,
"Duuuh, kok dia bisa cantik, trus pacarnya banyak enak banget ya?.."

atau atau lagi,
"Enak ya dia bisa hidup sesuka hatinya tanpa mikir aturan agama"

dan atau atau lagi, 
"Enak banget dia punya ini, punya itu, punya bla bla blaa.."

Terkadang manusia itu suka nggak bersyukur.
Jangankan manusia, aku saja seperti itu.
Sering sekali aku berfikir tentang mereka, 
mudah sekali mereka punya uang setiap saat, 
dipuja setiap tempat, punya sesuatu yang aku tak bisa.
Sering pula aku harus menyalahkan diri sendiri, 
Kadang mengeluhkan apa yang tidak bisa kumiliki.
Kadang juga menginginkan hidup orang lain.
Tanpa pernah melihat apa yang sudah kumiliki.
Sampai suatu ketika aku harus bertanya :

"Mengapa bersyukur begitu sulitnya?"

Mungkin itu kenapa bapakku sering sekali membentak ketika aku mulai tergiur hidup orang lain.
Jangankan belajar bersyukur, bisa melihat kelebihanku saja susah.

Tapi aku berfikir, kalau tetap saja aku tergoda hidup orang lain ,
Kapan aku bisa menikmati apa yang kupunya?
Lalu kumulai untuk menyadari kelebihanku.
Kemudian belajar untuk tidak selalu mendongak keatas sebagai perbandingan.
Takkan pernah habis bila apa yang kita inginkan semakin melihat ketinggian.
Kata klise sekali, dimana diatas langit masih ada langit lagi.
Hidup mereka yang kadang sangat kuinginkan, memiliki segalanya, atau hanya sekedar perhatian.
Iri yang semakin mengembang yang membuat satu-persatu temanku hilang.
Karena aku menginginkan hidup mereka dan tak mendapatkannya, akhirnya aku menjauhinya.
duh, sifat pengecut yang kapan mau berubahnya.

Nggak mudah merubah tapi harus.
Tak ada habisnya glamouritas dunia ini menggoda.
Dan yang ku"iri"kan hanyalah duniawi.
Mulai aku berfikir untuk menginginkan hidup seorang pengejar akhirat.
Yang sering terjadi ketika aku menginginkan hidup seseorang, dia pun ternyata menginginkan hidup yang kujalani.
Itulah yang kadang membuatku berfikir tentang bersyukur.
Tak ada orang lain yang bisa menempati posisi hidupku yang seperti ini.
Setiap manusia sudah memiliki kadar hidup dan kekuatannya sendiri.
Jadi, tak perlu meng"iri"kan hidup orang lain.
Bila ingin, berusahalah, bila tak tercapai berarti kadar garis yang diberikan Tuhan hanya sebatas itu.


Dan pas banget aku nulis ini sambil wancak an nemu ini :



Semoga bisa ku aplikasikan pada hidupku dengan melihat lagi perbandingan bahwa dimana ada kelebihan pasti ada kekurangan.
Semoga pikiran positif yang mulai kutanam ini akan tumbuh dengan baik.

"Hei big problems, I've the Biggest God to beat you.."

-R-


Sabtu, 07 Maret 2015

All About Fear

Akhir-akhir ini aku mulai dihantui oleh kata-kata "MASA DEPAN"
ya, masa dimana kita tidak tahu akan bagaimana, akan menjadi apa, dan apa yang terjadi?
Timbullah banyak pertanyaan-pertanyaan besar tentang masa depan.
Dulu ketika hidup masih tertata, masih dalam cakupan rencana belum terpikir bahwa masa depan se misteri ini.
Target-target disusun sedemikian rapi, tanpa tahu bahwa kita tidak tahu apa yang terjadi besok.
Terkadang aku harus berdebat dengan temanku masalah target.
Ia sangat meyakini bahwa target itu penting untuk meraih masa depan.
Aku melogika itu benar, tapi bagaimana jika target yang telah diimpikan tinggi ternyata tak terealisasi?
Banyak contoh rencana, target atau susunan akan hancur ketika masanya tiba.
Misal saja waktu duduk di bangku SMA kita merencanakan lulus SMA kira-kira umur 18 tahun, kuliah 4 tahun, umur 22 tahun bekerja, lalu umur 24 tahun menikah.
Nah, sesederhana itu saja setelah menginjak umur 20 tahun, ia baru menyadari akan kemungkinan kegagalan rencananya.
Lalu aku mulai berfikir tentang kepasrahan akan masa depan yang nantinya akan menjadikanku seperti apa.
Tapi seseorang menyadarkanku akan satu hal, takdir.
Dalam teorinya takdir dibagi menjadi 2 bagian, yaitu takdir mutlak dan takdir yang bisa dirubah.
Ia menjelaskan tentang bagaimana jika aku berusaha dengan takdir yang bisa dirubah tersebut.
Dan yang terjadi adalah aku hanya berfikir dan terus berfikir tanpa realisasi.
Pertanyaan besarnya disini, mulai dari mana aku harus memulai memperbaiki?
Agar nantinya takdirku bisa berubah.
Kembali aku hanya berfikir.
Terkadang aku hanya memasrahkan diriku kepada Sang Segalanya.
Dia lah penyusun rencana terbaik.

Pertanyaan besar kedua adalah tentang jodoh.
Misteri yang kini belum bisa aku logika.
Belajar dari beberapa kasus, hingga mereka menyebutku sebagai Miss Teori.
Yah, aku memang seseorang yang teori 99,9 dan praktek 0,1.
Riset percintaan seperti apa aku ngerti, tapi menjalani kisahku sendiri, buyar semua.
Inilah yang menjadi salah satu ketakutan besar tentang masa depanku.
Masalah ini nantinya bukan hanya masalah aku dan dia, tapi juga kami dan mereka.
Aku sudah tidak lagi menggalaukan apa yang sudah lewat, tapi apa yang akan terjadi di depan.
Aku sudah tidak peduli dengan dengan dunia ituu.
Yang kupelajari sekarang hanya logika dan perasaan akan menyusul kemudian.
Sudah cukup akan kepercayaanku pada rasa, yang akhirnya membuatku terlihat lemah.
Sebab siapa yang telah membuatnya mati, aku tak tahu.
Mungkin aku sendiri yang sudah mematikan rasaku sendiri.
Dan aku mulai takut tak bisa membukanya kembali.
Aku takut nanti akan menjadi salah.
Seperti yang sudah dilalui oleh salah satu anggota keluargaku.
Kini yang menjadi prioritas bukan lagi kriteria dari aku tapi kriteria keluarga.
Beban kesalahan dari pendahuluku, menjadi beban untuk kesempurnaan dimata keluargaku.
Kini yang ada diotakku hanyalah takut salah.
Ketakutan yang semakin membesar yang ujungnya aku akan takut untuk memilih.
Dan bisa jadi ketakutanku hanyalah akan menjadi kabut yang bisa saja membuatku tersesat.
Lagi-lagi hanya kepasrahan yang menjadi keteguhan ku.
Tuhan lah yang Maha membolak balikkan hati.
Dia lahh yang telah menciptakan manusia berpasangan.
Yang bisa kulakukan hanyalah berdoa, berusaha, yah setidaknya itu saran terbanyak dari orang-orang.
Haha.
Ternyata hidup tak sebercanda itu.

Kemarin saudara kembarku bertanya padaku, "aku bingung dengan orang yang hidupnya cuma seneng-seneng doang. Apa iya mereka nggak mikir buat tobat?"
Lalu aku jawab, "Mungkin mereka mikir hidup didunia itu cuma sekali, jadi mereka harus menikmati hidup yang hanya sekali ini, pernah denger soal slogan YOLO? You Only Life Once, itu mungkin yang membuat mereka tidak ambil pusing soal hidup."

Sementara segini dulu lah curhatanku soal ketakutanku, kegalauanku kali ini, nanti kalo ada ide ditambahin deh.
Bye bye..