Kembali aku menuangkan kata-kata yang selama ini sempat kutinggalkan.
Di perjalanan menjelang malam ini dengan deru suara kipas yang menyeka peluh panasnya Jogjakarta.
Sore ini sekembalinya dari rutinitas kampus, aku berjalan pulang menuju rumah sementara, yang selama menjadi tempat berlindungku.
Aku mendongak menatap sang langit.
Menghitam dari ujung utara, menutupi cantiknya Merapi.
Aku hanya bergumam, "oh, aku benci suasana ini.."
Terus saja kupacu laju kendaraanku hingga tetes itu mulai turun bersamaan.
Hatiku berdegup, entah apa yang kurasa.
Dari proses menghitamnya langit aku sudah membencinya.
Rasa ini seperti berputar, aku seperti tertarik mundur.
Aku mungkin ketakutan.
Inginku menangis, tapi tetes air mataku tak bisa kutunjukkan.
Sudah sekian lama tak kurasakan air ini keluar dari mataku dengan rasa.
Selamat datang di musim ini, dimana luka, cerita dan kenangan itu akan terputar kembali.
Bau tanah basah, mendung yang akan selalu menghitamkan langit, suasana mencekam yang akan menjatuhkanku hingga dasar.
Aku ingin mencintai hujan, tapi tak pernah mampu aku melawan dejavu yang akan terlintas seiring turunnya tetes-tetes air itu.
Tak pernah aku bisa melupakan kisah atau cerita ketika hujan turun.
Kematian, perpisahan, tangis seperti berputar dalam benak, lalu aku gemetar mengingat semuanya.
Bahkan cinta pernah tiba ketika turun hujan.
Malam itu, di suatu sudut kota, aku masih mengingat jelas bukan lagi samar, sosokmu pertama kali kulihat.
Datang dari tengah gerimis dengan motor bebek, mengenakan jas hujan bagian atas saja, celana pendek dan helm biru, disanalah aku menatap matamu.
Hujan turun di langit kota itu sejak sore di perjalanan menuju kotamu.
Tiba-tiba senyummu mengembang, tersipu diantara gerimis yang masih mengguyur.
Kenangan itulah yang akan tetap manis di sela kebencianku akan hujan.
Selalu mencekat bila kenangan tentang manisnya "kita" turun bersamaan dengan hujan dan senja.
Oh Sang Maha Segalanya bila cinta ini masih saja satu sisi dengannya, dan masih tetap kosong untuk siapapun, biarlah hujan menghapusnya dan membawanya menuju hilir yang sebenarnya, biarkan hati memantaskan untuk siapa saja yang pantas aku dapatkan.
Yogyakarta, 22 Oktober 2014